Sulawesi , Sulawesi Tengah
Kota Palu,
4/17/2020 0 Comments Hotel Di Palu
Jazz Hotel, Jl. Zebra II No.11, Tatura Sel., Kec. Palu Sel., Kota Palu, Sulawesi Tengah 94111•(0451) 481085 Amazing City Beach Resort Jl. Malonda No. 76, Kel. Tipo Kecamatan Ulujadi, Palu Barat, Buluri, Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah 94228•(0451) 465222 PONDOK GARUDA Guest House, Birobuli Utara, Kec. Palu Sel., Kota Palu, Sulawesi Tengah 94235•(021) 29707600 Kampoeng Nelayan Hotel, Restaurant & Convention Hall Jl. Kp. Nelayan No.99, Talise, Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah 94118•0811-451-155. RedDoorz near Taman Makam Pahlawan Tatura, Tatura Utara, Kec. Palu Sel., Kota Palu, Sulawesi Tengah 94111•(021) 80629666 Palu Golden Hotel Jl. Raden Saleh No.1, Besusu Bar., Kec. Palu Tim., Kota Palu, Sulawesi Tengah 94118•(0451) 451333 RedDoorz near Millenium Waterpark Palu Jl. Tanjung Manimbaya No.180-172, Tatura Utara, Kec. Palu Sel., Kota Palu, Sulawesi Tengah 94111•(021) 80629666 Citra Mulia Hotel Jl. Tanjung Manimbaya No.75, Lolu Sel., Kec. Palu Tim., Kota Palu, Sulawesi Tengah 94112•(0451) 423250
0 Comments
1/15/2020 0 Comments Kota PaluPalu adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu merupakan kota yang terletak di Sulawesi Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah barat dan Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Kota Palu merupakan kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan teluk. Koordinatnya adalah 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Kota Palu dilewati oleh garis Khatulistiwa. Penduduk Kota Palu berjumlah 342.754 jiwa (2012). Berikut adalah daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Kota Palu terdiri dari 8 Kecamatan dan 46 Kelurahan dengan luas wilayah 395,06 km² dan jumlah penduduk sebesar 363.867 jiwa dengan sebaran penduduk 921 jiwa/km².[1] Sebelumnya, Kota Palu terbagi atas 4 Kecamatan sesuai arah mata angin yaitu Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Palu Selatan. Empat kecamatan baru yang mekar itu adalah Kecamatan Tatanga, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Mantikulore dan Kecamatan Tawaeli. Pemekaran ini sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang pemekaran kecamatan.
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Palu, adalah sebagai berikut: Kecamatan Jumlah Desa Daftar Desa/Kelurahan Mantikulore, Palu 8 lbs Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan KawatunaLasoaniLayana IndahPoboyaTaliseTalise ValangguniTanamodindiTondo Palu Barat, Palu 6 lbs Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan BalaroaBaruKamonjiLereSiranindiUjuna Palu Selatan, Palu 5 lbs Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan Birobuli SelatanBirobuli UtaraPetoboTatura SelatanTatura Utara Palu Timur, Palu 5 lbs Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan Besusu BaratBesusu TengahBesusu TimurLolu SelatanLolu Utara Palu Utara, Palu 5 lbs Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan Kayumalue NgapaKayumalue PajekoMamboroMamboro BaratTaipa Tatanga, Palu 6 lbs Kecamatan Tatanga, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan BoyaogeDuyuNunuPalupiPengawuTawanjuka Tawaeli, Palu 5 lbs Kecamatan Tawaeli, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan BaiyaLambaraPanauPantoloanPantoloan Boya Ulujadi, Palu 6 lbs Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Sulawesi Tengah Kelurahan BuluriDonggala KodiKabonenaSilaeTipoWatusampu 1/15/2020 0 Comments Sulawesi TengahSulawesi Tengah, Sulawesi Tengah (disingkat Sulteng) adalah sebuah provinsi di bagian tengah Pulau Sulawesi, Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Palu. Luas wilayahnya 61.841,29 km², dan jumlah penduduknya 3.222.241 jiwa (2015). Sulawesi Tengah memiliki wilayah terluas di antara semua provinsi di Pulau Sulawesi, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Pulau Sulawesi setelah provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah sepanjang pesisir barat Sulawesi Tengah, dari Kaili hingga Tolitoli, ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa sekitar pertengahan abad ke-16 di bawah kepemimpinan Raja Tunipalangga.[5] Wilayah di sekitar Teluk Palu merupakan pusat dan rute perdagangan yang penting, produsen minyak kelapa, dan "pintu masuk" ke pedalaman Sulawesi Tengah.[6] Di sisi lain, daerah Teluk Tomini sebagian besar berada di bawah kekuasaan Kerajaan Parigi. Pada tahun 1824, perwakilan Kerajaan Banawa dan Kerajaan Palu menandatangani Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) dengan pemerintah kolonial.[7] Kapal-kapal Belanda mulai sering berlayar di bagian selatan Teluk Tomini setelah tahun 1830.[8] Sulawesi Tengah baru benar-benar "diperhatikan" oleh Pemerintah Hindia Belanda pada periode tahun 1860-an. Seorang pejabat pemerintah bernama Johannes Cornelis Wilhelmus Diedericus Adrianus van der Wyck, berhasil mengunjungi Danau Poso pada tahun 1865—menjadi orang Eropa dan Belanda pertama yang melakukannya. Langkah ini diikuti oleh pejabat pemerintah lainnya, Willem Jan Maria Michielsen, pada tahun 1869.[8] Wacana untuk menduduki wilayah ini ditolak—merujuk kepada kebijakan anti-ekspansi yang dikeluarkan pemerintah kolonial pada zaman itu.[9] Baru pada tahun 1888, sebagian besar wilayah ini mulai menjalin hubungan dengan pemerintah di Batavia melalui perjanjian pendek yang ditandatangani oleh para raja dan penguasa lokal, sebagai tindakan antisipasi pemerintah terhadap kemungkinan tersebarnya pengaruh politik dan ekonomi Britania Raya di wilayah ini.[9] Pada periode tersebut, Sulawesi Tengah berada di bawah yurisdiksi Afdeling Gorontalo, yang berpusat di Gorontalo. G. W. W. C. Baron van Höevell, Asisten Residen Gorontalo, khawatir pengaruh Islam yang begitu kuat di Gorontalo akan meluas ke wilayah Sulawesi Tengah—yang saat itu masih belum dimasuki agama samawi, dan penduduknya sebagian besar masih pagan, penganut animisme, dan memeluk agama suku. Baginya, agama Kristen adalah penyangga yang paling efektif melawan pengaruh Islam.[10] Ia menghubungi lembaga misionaris Belanda, Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), dan meminta mereka untuk menempatkan seorang misionaris di wilayah ini. Pada tahun 1892, NZG kemudian mengirimkan misionaris bernama Albertus Christiaan Kruyt, yang ditempatkan di Poso. Langkah ini dilanjutkan pada tahun 1894, ketika pemerintah mengangkat Eduard van Duyvenbode Varkevisser, sebagai Kontrolir atau pejabat pemerintah yang akan menjadi pengawas dan pemimpin wilayah di Poso.[11] Penaklukan militer Sulawesi Tengah Penaklukan Belanda di Sulawesi Tengah dimulai dengan serangkaian serangan militer terhadap berbagai kerajaan lokal dan daerah. Pada tahun 1905, sebagian wilayah di Poso terlibat dalam pemberontakan gerilya melawan pasukan Belanda, sebagai bagian dari kampanye militer terkoordinasi Belanda ke seluruh daratan Sulawesi. Salah satu kampanye militer yang terkenal adalah "penaklukan" Kerajaan Mori dalam Perang Wulanderi yang terjadi pada tahun 1907.[12] Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain: Poso Lage di Poso Lore di Wanga, Lore Utara, Poso Tojo di Ampana Una-Una di Pulau Una-Una Bungku di Bungku Mori di Kolonedale Banggai di Luwuk Parigi di Parigi Moutong di Tinombo Tawaeli di Tawaeli Banawa di Donggala Palu di Palu Sigi/Dolo di Biromaru Kulawi di Kulawi Tolitoli di Tolitoli Zaman Kemerdekaan Dalam perkembangannya, ketika Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi Tengah serta seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat kemudian membagi wilayah Sulawesi Tengah menjadi 3 (tiga) bagian, yakni: Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi. Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah dibagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja. Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau. Tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Provinsi yang otonom berdiri sendiri yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan selanjutnya tanggal pembentukan tersebut diperingati sebagai Hari Lahirnya Provinsi Sulawesi Tengah. Zaman Reformasi Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan dan tutunan Masyarakat dalam era Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan Banggai Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002 oleh Pemerintah Pusat terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Setelah pemekaran beberapa wilayah kabupaten, provinsi ini terbagi menjadi 14 daerah, yaitu 13 kabupaten dan 1 kota. Ibu kota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut. Geografi Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah bagian utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Maluku, bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, bagian tenggara berbatasan dengan Sulawesi Tenggara, dan bagian barat berbatasan dengan Selat Makassar. Hidrografi Sulawesi Tengah juga memiliki beberapa sungai, di antaranya sungai Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Juga terdapat danau yang menjadi objek wisata terkenal yakni Danau Poso dan Danau Lindu. Sulawesi Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora dan fauna yang sekaligus menjadi objek penelitian bagi para ilmuwan dan naturalis. Iklim Garis khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara di Sulawesi Tengah membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda dengan Jawa dan Bali serta sebagian pulau Sumatra, musim hujan di Sulawesi Tengah antara bulan April dan September sedangkan musim kemarau antara Oktober hingga Maret. Rata-rata curah hujan berkisar antara 800 sampai 3.000 milimeter per tahun yang termasuk curah hujan terendah di Indonesia. Temperatur berkisar antara 25 sampai 31° Celsius untuk dataran dan pantai dengan tingkat kelembaban antara 71 sampai 76%. Di daerah pegunungan suhu dapat mencapai 16 sampai 22' Celsius. Flora dan Fauna Sulawesi merupakan zona perbatasan unik di wilayah Asia Oceania, di mana flora dan faunanya berbeda jauh dengan flora dan fauna Asia yang terbentang di Asia dengan batas Kalimantan, juga berbeda dengan flora dan fauna Oceania yang berada di Australia hingga Papua dan Pulau Timor. Garis maya yang membatasi zona ini disebut Wallace Line, sementara kekhasan flora dan faunanya disebut Wallacea, karena teori ini dikemukakan oleh Wallace seorang peneliti Inggris yang turut menemukan teori evolusi bersama Darwin. Sulawesi memiliki flora dan fauna tersendiri. Binatang khas pulau ini adalah anoa yang mirip kerbau, babirusa yang berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan varitas binatang berkantung serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang panas. Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh kayu agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinang-pinangan (spesies rhododenron). Variasi flora dan fauna merupakan objek penelitian dan pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah Suaka Margasatwa di Bangkiriang. Demografi Jumlah penduduk Sulawesi Tengah pada tahun 2010 adalah 2.831.283 jiwa, dengan kepadatan 46 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di provinsi Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Parigi Moutong dengan jumlah penduduk 449.157 jiwa, sedangkan Kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Palu sebanyak 362.202 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk adalah 1,95% per tahun (2010). Sementara penduduk Provinsi Sulawesi Tengah yang tinggal di daerah pemukiman dan pedalaman ialah sekitar 30%, daerah pesisir 60%, dan kawasan kepulauan ialah 10%.[13] Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, Kelapa, Kakao dan Cengkih merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah. Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur serta tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu. Tahun 1971 1980 1990 1995 2000 2010 Jumlah penduduk Green Arrow Up.svg 913.662 Green Arrow Up.svg 1.289.635 Green Arrow Up.svg 1.711.327 Green Arrow Up.svg 1.938.071 Green Arrow Up.svg 2.218.435 Green Arrow Up.svg 2.635.009 Sejarah kependudukan Sulawesi Tengah Sumber:[14] Agama Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat pada sensus tahun 2015, 76.37% penduduknya memeluk agama Islam, 16.58% memeluk agama Kristen Protestan, 4.45% memeluk agama Hindu, Katolik sebanyak 1.85%, serta Budha 0.74%[2]. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karama dan Datuk Mangaji, ulama dari Sumatra Barat; yang kemudian diteruskan oleh Al Alimul Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim Al Djufri, seorang guru pada sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai Pahlawan nasional. Salah seorang cucunya yang bernama Salim Assegaf Al Jufri menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial saat ini. Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh misionaris Belanda, A.C Cruyt dan Adrian. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah mayoritas beragama Islam, namun tingkat toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Suku Bangsa Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu: Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Sigi dan kota Palu Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Sigi Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai Etnis Bare'e berdiam di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-Una Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan Etnis Buol mendiami kabupaten Buol Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala Di samping 13 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala dan Sigi, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Taa di Ampana dan Banggai, dan suku Daya di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah Sulawesi Tengah adalah Mandar, Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur. Seni dan Budaya Kesenian Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrumen seperti gong, kakula, lalove dan jimbe. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival. Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian di mana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan Jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II. Tarian in adalah tarian tradisional Sulawesi Tengah. Kebudayaan Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama. Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan. Ada juga pengaruh dari Sumatra Barat seperti tampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan. Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri. Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat. Senjata tradisional masyarakat Sulawesi Tengah adalah Parang (Guma), Tombak, Sumpit. Kabupaten dan Kota Provinsi
1 Kabupaten Banggai Luwuk Herwin Yatim 9.672,70 359.495 23 46/291 Lambang Kabupaten Banggai.tif Locator Kabupaten Banggai.svg 2 Kabupaten Banggai Kepulauan Salakan Rais Adam (Plt.) 2.488,79 117.526 12 3/141 Lambang Kabupaten Banggai Kepulauan.tif Locator Kabupaten Banggai Kepulauan.svg 3 Kabupaten Banggai Laut Banggai Wenny Bukamo 725,67 63.127 7 3/63 Lambang Kabupaten Banggai Laut.tif Locator Kabupaten Banggai Laut.svg 4 Kabupaten Buol Buol Amirudin Rauf 4.043,57 132.786 11 7/108 Coat of arms of Buol Regency.png Locator Kabupaten Buol.svg 5 Kabupaten Donggala Banawa Kasman Lassa 4.275,08 293.470 16 9/158 Lambang Kabupaten Donggala.png Locator Kabupaten Donggala.svg 6 Kabupaten Morowali Bungku Taslim 3.037,04 129.814 9 7/126 Lambang Kabupaten Morowali (2015-sekarang).png Locator Kabupaten Morowali.svg 7 Kabupaten Morowali Utara Kolonodale Aptripel Tumimomor 10.004,28 117.164 10 3/122 Lambang Kabupaten Morowali Utara.png Locator Kabupaten Morowali Utara.svg 8 Kabupaten Parigi Moutong Parigi Samsurizal Tombolotutu 5.089,91 444.513 23 5/278 Lambang Kabupaten Parigi Moutong.png Locator Kabupaten Parigi Moutong.svg 9 Kabupaten Poso Poso Darmin A. Sigilipu 7.112,25 243.025 19 28/141 Lambang Kabupaten Poso.png Locator Kabupaten Poso.svg 10 Kabupaten Sigi Sigi Biromaru Moh. Irwan Lapata 5.196,02 247.057 15 -/176 Lambang Kabupaten Sigi.png Locator Kabupaten Sigi.svg 11 Kabupaten Tojo Una-Una Ampana Mohammad Lahay 5.721,15 155.885 12 12/134 Lambang Kabupaten Tojo Una-Una.png Locator Kabupaten Tojo Una-Una.svg 12 Kabupaten Tolitoli Tolitoli Moh. Saleh Bantilan 4.079,77 211.973 10 6/103 Lambang Kabupaten Tolitoli.png Locator Kabupaten Tolitoli.svg 13 Kota Palu - Hidayat 395,06 363.867 8 46/- Lambang Kota Palu.png Locator Kota Palu.svg |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |